Selasa, 06 April 2010

HUBUNGAN BENTUK DAN MAKNA DALAM BAHASA INDONESIA KATEGORI HOMONIMI, HIPONIMI, METONIMIA: SEMANTIK BAHASA INDONESIA

Ayu Ardiyanti Rifai
IKIP PGRI Madiun

A. Pendahuluan
Bahasa merupakan hal yang tidak pernah lepas kehidupan manusia. Bahasa mempunyai peran yang penting bagi manusia, selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga digunakan untuk menjalankan setiap aktivitas manusia dalam berbagai bidang. Membahas tentang bahasa sebagai alat komunikasi, maka tidak akan bisa lepas dari kajian semantik. Semantik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna kata atau makna bahasa.
Ilmu linguistik mendefinisikan bahasa sebagai suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer dan tersusun secara sistematis. Lambang-lambang yang digunakan sebagai bahasa tersebut harus bisa didengar dan diucapkan. Setiap lambang bahasa mempunyai makna tertentu, dan lambang-lambang tersebut dapat digunakan untuk berkomunikasi antar manusia.
Bahasa terdiri dari satuan-satuan bahasa yang disusun secara sistematis. Satuan-satuan bahasa tersebut mengandung komponen makna yang kompleks. Hal ini mengakibatkan adanya berbagai perhubungan yang memperlihatkan kesamaan, pertentangan, tumpang tindih, dan sebagainya. Para ahli semantik telah mengklasifikasikan perhubungan makna itu dalam berbagai kategori, seperti sinonimi, antonimi, polisemi, hiponimi, homonimi, metonimia. Makalah sederhana ini berisi pembahasan tentang hubungan bentuk dan makna dalam telaah semantik bahasa Indonesia. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kategori, yaitu homonimi, hopinimi, dan metonimia.



B. Pembahasan
1. Homonimi
a. Hakikat Homonimi
Homonini secara etimologi berasal dari kata homos yang artinya sejenis dan onoma atau kata, dalam ilmu bahasa mempunyai arti kata-kata yang sama bunyinya tetapi mempunyai arti dan pengertian yang berbeda (H.G. Tarigan, 1990:30). Wijana dan M. Rohmadi (2008:55) menyatakan bahwa homonimi adalah dua kata atau lebih yang secara kebetulan memiliki pola bunyi yang sama. Secara semantik, Verhaal memberi definisi hominimi sebagai ungkapan (berupa kata atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan (berupa kata, farsa, atau kalimat) tetapi maknanya tidak sama (Abdul Chaer, 1990:97).
Kata-kata yang berhomonim dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu homonim yang homografi, homofoni, dan homografi dan homofoni. Homonimi yang homografi kesamaannya terletak pada keidentikan ortografi (tulisan dan ejaan), contohnya kata teras (lantai depan rumah) dan tẽras (pejabat tinggi). Sedangkan homonimi yang homofoni kesamaanya terdapat pada keidentikan bunyi dan pengucapan, misalnya pada kata sanksi (hukuman) dan sangsi (ragu). Homonimi yang homofoni dan homografi adalah homonimi yang kesamaannya terletak pada ortografi dan pengucapan, contohnya seperti pada kata bisa (dapat) dan bisa (racun); buku (kitab) dan buku (sendi); karang (batu) dan karang (menulis), dsb. Menurut Allan dalam Wijana dan M. Rohmadi (2008,57) homonimi yang mempunyai kesaman pada ortografi dan pengucapan disebut sebagai homonimi komplet.
b. Sebab Terbentuknya Hominimi
Homonimi terbentuk karena beberapa faktor, selain karena memang ada dua pasangan leksem atau lebih yang kebetulan punya makna atau bentuk yang sama (Wijana dan M. Rohmadi, 2008:57). Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1). Proses afiksasi;
Merupakan proses penambahan afiks pada bentuk dasar untuk membentuk kata yang lebih kompleks. Hal tersebut bisa menyebabkan terjadi pembentukan homonimi, seperti dalam contoh berikut ini:
a). ber + uang = beruang (memiliki uang)
ber + ruang = beruang (tempat yang memiliki ruang)
beruang = beruang (binatang)
b). me (N) + karang = mengarang (menjadi batu karang)
me (N) + karang = mengarang (membuat tulisan)
me (N) + arang = mengarang (menjadi arang)
2). Masuknya kata-kata baru dalam kosakata bahasa Indonesia;
Bahasa adalah sesuatu yang hidup dan digunakan oleh manusia atau masyarakat penutur, sehingga bahasa akan selalu berkembang sesuai dengan perkembangan manusia. perkembangan bahasa tersebut berkaitan dengan pengambilan dan pemungutan konsep-konsep baru untuk keperluan berbagai macam aspek kehidupan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Bahasa Indonesia dalam proses perkembangannya banyak memungut dari kosa kata asing yang disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia (melalui proses adaptasi). Hal tersebut juga bisa mejadi penyebab pembentukan homonimi, misalnya seperti dalam contoh berikut ini:
a). Boek (bahasa Belanda) → buku (kitab; lembaran kertas yang
dijilid)
Buku (bahasa Indonesia) → buku (ruas-ruas)
b). Copy (bahasa Inggris) → kopi (tiruan; hasil cetakan yang
mirip aslinya)
Kopi (bahasa Indonesia) → kopi (biji-bijian yang diolah
menjadi minuman)


3). Proses penyingkatan dan pengakroniman;
a). Penyingkatan adalah proses pemendekatan bentuk yang dianggap panjang dengan cara penggabungan huruf awal. Contoh homonimi yang disebabkan oleh faktor tersebut adalah Polisi Militer (PM) dengan Perdana Menteri (PM).
b). Pengakroniman adalah penyingkatan dengan gabungan huruf awal, gabungan suku kata, atau gabungan kombinasi huruf dan suku kata dari deret yang ditulis serta dilafalkan sebagai kata yang wajar. Contohnya adalah sebagai berikut:
(1). Langsung Umum Bebas Rahasia (Luber)
Luber → air yang meluap dari wadahnya.
(2). Jaksa Agung (Jagung)
Jagung → nama tanaman
(3). Gelanggang Olahraga (Gelora)
Gelora → hasrat; semangat
4). Adanya berbagai gejala bahasa.
Gejala bahasa adalah peristiwa yang menyangkut bentukan-bentukan kata atau kalimat dengan segala macam proses pembentukannya. Berikut ini beberapa gejala bahasa:
a). Penambahan fonem adalah gejala bahasa yang prosesnya menambahkan fonem pada suatu kata, jenisnya adalah sebagai berikut:
(1). Protesis (penambahan fonem di depan), contohnya adalah kata rak, mengalami protesis menjadi erak (tempat untuk menyimpan peralatan dapur dan erak (letak).
(2). Epentesis (penambahan fonem di tengah), contohnya adalah kapak menjadi kampak (alat untuk memotong kayu) dan kampak (minyak gosok merk kapak).
(3). Paragoge (penambahan fonem di belakang), contohnya adalah gaji menjadi gajih (bayaran; upah) dan gajih (lemak).
b). Penghilangan fonem adalah penghilangan sebuah fonem dari suatu kata, jenisnya ialah sebagai berikut:
(1). Aferesis (penghilangan fonem di depan), contohnya seperti berikut ini:
(a). Haus → aus (dahaga atau ingin minum air)
aus → susut karena sering dipakai.
(b). Hasta → asta (ukuran sepanjang lengan bawah
dari siku ke ujung jari tengah)
asta → delapan
(2). Sinkop (penghilangan fonem di tengah), contohnya adalah kata basa (istilah dalam kimia) dengan basa (semula bahasa) yang atinya bunyi yang dikeluarkan alat ucap manusia untuk berkomunikasi.
(3). Apakop (penghilangan fonem di belakang), contohnya adalah kata akas (tangkas; sehat) dengan akas (semula akasa) yang artinya langit.
c). Perubahan fonem adalah proses dimana dalam pemakaian bahasa seringkali bunyi atau fonem sebuah kata berubah menjadi fonem lain yang hampir mirip atau mendekati fonem sebelumnya. Contohnya adalah kata syah (semula syeh) yang berarti raja dengan syah yang berarti resm).
d). Pertukaran fonem adalah proses bertukarnya atau berpindahnya letak fonem. Contohnya pada kata padam (semula padma) yang mempunyai arti bungan teratai merah dengan kata padam yang berarti tidak menyala.

2. Hiponimi
a. Hakikat Hiponimi
Kridalaksana dalam Wijana dan M. Rohmadi (2008:67) mendefinisikan hiponimi sebagai hubungan semantik antara makna spesifik dan makna generik, atau antara anggota taksonomi dengan nama taksonomi. Secara etimologi hiponimi berasal dari kata onoma dengan arti nama dan hypo yang berarti di bawah. Secara harfiah hiponimi berarti nama yang termasuk di bawah nama lain (pustaka.ut.ac.id). Verhaar menyatakan hiponimi adalah ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat juga berupa frasa atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain (Abdul ccaer, 1990:102).
Hiponimi menyatakan hubungan makna yang mengandung pengertian hubungan hierarkis. Hiponimi kemudian menjadi dasar pendekatan yang disebut dengan semantic field atau semantic domain, yaitu pendekatan semantik yang mecoba melakukan klasifikasi makna berdasarkan persamaan arti atau bidang makna yang sama dikumpulkan dalam satu kelompok (t_wahyu.staff.gunadarma.ac.id). Konsep hiponimi tidak dapat dipisahkan dari hipernimi. Hiponimi adalah kata-kata yang mewakili banyak kata lain atau bertindak sebagai kata umum, sedangkan hipernimi merupakan klasifikasi yang lebih khusus yang termasuk dalam hiponimi. Umumnya kata-kata hiponimi adalah suatu kategori dan hipernimi merupakan anggota dari kategori tersebut.
b. Contoh Hiponimi
Hiponimi Hipernimi
Ikan
Bunga
Kendaraan
Melihat
Binatang tongkol, bandeng, mujair, kakap, lele, dsb.
mawar, melati, lili, anyelir, kemuning, dsb.
sepeda, motor, becak, kereta api, dsb.
menengok, mengintip, mengintai, memandang, dsb.
ayam, kambing, sapi, kelinci, anjing, kucing, dsb.

3. Metonimia
a. Hakikat Metonimia
Metonimia dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai kiasan pengganti nama (Pradopo, 1990:77). Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa bahasa ini berupa penggunaan sebuah atribut pada sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat berhubungan untuk menggantikan objek tersebut.
Metonimia menyebutkan sesuatu dengan tidak langsung, melainkan dengan menyebutkan benda atau sesuatu yang lain yang rapat hubungannya dengan sesuatu yang dimaksud itu. Dalam kamus lengkap bahasa Indonesia (Daryanto, 1997:439) disebutkan entri metonimia mempunyai arti cara menyebutkan sesuatu yang lain yang dianggap mempu mewakili apa yang dimaksud.
b. Hubungan Kata dalam Metonimia
Hubungan kata yang menggnatikan dengan kata yang lain terdapat empat jenis hubungan (Wijana dan M. Rohmadi, 2008:68-72). Jenis-jenis hubungan tersebut adalah:
1). Hubungan Spasial;
Terbentuk karena kedekatan lokatif kata dengan kata yang digantikannya. Misalnya kata komodo merupakan sebuah nama binatang kadal raksasa, tempat komodo tersebut berkembang biak adalah pulau Komodo, contoh lainnya adalah kapur barus yang mempunyai arti damar yang dibentuk biasanya dengan bulatan kecil, dinamakan kapur barus karena berasal dari kota Barus Sumatra Utara.
2). Hubungan Temporal;
Perubahan makna juga terjadi karena hubungan temporal antara kata yang menggantikan dan kata yang menggantikan. Ullmann memberikan contoh kata missa. Kata missa (sekarang misa) bermakna mengirim atau membubarkan suatu pertemuan, sedangkan missa saat sekarang lebih mengacu pada pertemuannya.
3). Hubungan Logikal;
Kata-kata yang digunakan sekarang ini seringkali berhubungan dengan nama penciptanya sebagai tanda penghormatan. Misalnya kata amper, volt, mujair, dsb merupakan nama-nama orang yang digunakan untuk barang temuannya sebagai penghormatan.
4). Hubungan Sebagian-Keseluruhan.
Hubungan sebagian-keseluruhan dibedakan menjadi dua, yakni:
(a). Hubungan sebagian untuk keseluruhan (pars pro toto) adalah bentuk-bentuk yang digunakan untuk mewakili atau mengganti suatu objek secadara keseluruhan, misalnya dalam si kaca mata, si hidung mancung, sepasang mata, dsb;
(b). Hubungan keseluruhan untuk sebagian (totem pro parte) adalah bentuk-bentuk yang digunakan untuk mewakili sebagian benda yang biasanya berasosiasi dengannya, misalnya dalam kata sekolah (menggantikan kata murid, guru, dan hal-hal yang berkaitan dengannya).
Selanjutnya pada hubungan ini dibagi juga menjadi tiga jenis. Jenis-jenis tersebut adalah:
(a). Hubungan lokasional, contohnya pada penggunaan kata dompet, amplop, sekolah semuanya menggantikan benda lain yang ada di dalamnya;
(b). Hubungan atributif, contoh penggunaannya terdapat pada si kaca mata, si hidung mancung mewakili sebagian sifat atau keseluruhan individuyang diwakilinya;
(c). Hubungan anggota kelas, contohnya dalam kalimat: Ayah berangkat kerja naik Honda, Karena kehausan, saya minum aqua. Kata-kata honda dan aqua (merupakan merk barang) tersebut menggantikan nama dari barang yang digunakan oleh seseorang.
c. Contoh Metonimia
Metonimia dapat dipahami dengan contoh-contoh penggunaan dalam bahasa. Berikut ini contoh metonimia:
1). Raja mempertahankan mahkotanya dengan pedang dan tangan besi.
Mahkota adalah metonimia dari kuasa seorang raja atas sebuahkerajaan. Mahkota adalah benda yang dekat dengan kekuasaan seorang raja. Kata juga pedang juga merupakan metonimia, hal itu disebabkan karena kata pedang dekat dengan cara memimpin yang menggunakan kekerasan, ancaman, atau ketegasan (Hasan Aspahani, www.esfieana.multiply.com).
2). Ia baru saja menerima amplop dari atasannya.
Kata amplop menggantikan kata uang karena amplop dan uang mempunyai kedekatan hubungan. Amplop biasanya digunakan untuk menyimpan uang yang akan diberikan kepada seseorang, misalnya saja untuk sumbangan, dsb.

C. Simpulan
Bahasa Indonesia mengenal adanya berbagai makna kata yang berhubungan dengan kata-kata lainnya. Diantaranya adalah jenis kata homonimi, hiponimi, dan metonimia. Penjelasan dan penjabarannya telah disampaikan pada uraian bab pembahasan. Berikut ini adalah simpulan secara garis besar inti dari uraian tersebut.
1. Homonimi adalah dua kata atau lebih yang secara kebetulan memiliki pola bunyi yang sama. Secara semantik, definisi hominimi adalah sebagai ungkapan (berupa kata atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan (berupa kata, farsa, atau kalimat) tetapi maknanya tidak sama. Kata-kata yang berhomonim dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu homonim yang homografi, homofoni, dan homografi dan homofoni;
2. Definisi hiponimi sebagai hubungan semantik antara makna spesifik dan makna generik, atau antara anggota taksonomi dengan nama taksonomi (biasanya disebut dengan hipernimi). Secara harfiah hiponimi berarti nama yang termasuk di bawah nama lain. Hiponimi menyatakan hubungan makna yang mengandung pengertian hubungan hierarkis;
3. Metonimia dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai kiasan pengganti nama, menyebutkan sesuatu dengan tidak langsung, melainkan dengan menyebutkan benda atau sesuatu yang lain yang rapat hubungannya dengan sesuatu yang dimaksud itu.