Minggu, 31 Mei 2009

cerpen

Pensil dan Kertas Ketika Seseorang Menulis Puisi
Ayu Ardiyanti

Malam itu, seseorang yang sedang tergila-gila menulis puisi tapi tak pernah berani mempublikasikannya, kembali menggeluti rutinitasnya menulis puisi. Di tangannya telah tergenggam selembar kertas dan sebatang pensil bermerk terkenal.
Belum sempat ia menulis, buru-buru digeletakkannya pensil dan kertas itu di atas meja di teras rumahnya. Usut punya usut ternyata dia sakit perut, segala inspirasi yang telah tergores di otaknya tiba-tiba hilang, yang ada di otaknya sekarang adalah mengirim perintah ke syaraf motorik agar secepat mungkin sampai ke water closet.
Saat itulah pensil dan kertas tinggal berdua saja. Suasana malam begitu romantis karena kehadiran bulan yang bersinar penuh, tapi situasi di meja itu sangat berlawanan dengan suasana malam yang elegan nan manis itu.
Si kertas memandang sinis ke arah pensil. Tentu saja pensil tersinggung dengan pandangan seperti itu.
“ hei...apa maksudmu memandangku seperti itu” ujar pensil.
“dasar budak, mau-mau saja kau disuruh menulis kata-kata picisan yang menjijikkan itu di tubuhku.” Ujar kertas tak kalah sengit.
“itu bukan mauku, aku hanya sebatang pensil, tugasku hanya mengikuti gerak tangan pembawaku.” Pensil membela diri.
Keduanya kemudian terdiam, merenung mungkin. Dalam hatinya, si Pensil membenarkan kata-kata Kertas. Pensil dan kertas kemudian saling memandang dan tersenyum, keduanya jadi akur, dan berdua menikmati bulan yang tersenyum.
“ya...kau benar, aku hanya budak yang tak mampu melawan.” Ujar Pensil sambil berdesah panjang.
Kertas hanya tersenyum, karena dia juga menyadari bahwa kedudukannya sama dengan Pensil. Kertas jadi sedih karena mendapati dirinya tak mampu menolak sesuatu yang tak disukainya.
Tiba-tiba keromantisan mereka berdua jadi terhenti, seseorang itu telah kembali dari renungannya di tempat lain. Pensil dan Kertas jadi hilang semangat. Seseorang itu kemudian meraih Kertas dan Pensil, lama sekali dia memegang Pensil, dia terdiam sambil memandang kosong, inspirasi yang tadi di otaknya mungkin lari entah kemana dan dia harus mulai berimajinasi lagi.
Pensil dan kertas jadi heran kenapa penulis itu lama sekali mendapat inspirasi, biasanya dalam sekejap saja, sudah muncul deretan kata-kata manis nan gombal. Tiba-tiba saja tanpa ada yang menyadari, sebuah tragedi terjadi pada Pensil, dia telah menemukan dirinya tergeletak di atas lantai yang dingin, padahal tadi masih ada dalam genggaman seseorang. Kertas yang mengetahui kejadian itu kaget, kemudian diliriknya si penulis, ternyata dia telah tertidur pulas.
mdn.13012009